Lima Cara Memanage Hati

lima cara memanage hati
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji syukur senantiasa ke hadirat Allah SWT, teriring do'a semoga pembaca selalu dalam lindungan rahmat Allah SWT. Amien.

Alhamdulillah pada kesempatan yang memang kami sempatkan atas izin Allah untuk mengupdate artikel ini dengan harapan nantinya dapat menambah wawasan kita semua. Kali ini admin menulis tentang Lima Cara Memanage Hati atau manajemen Qalbu, dimana hati merupakan sumber dari semua tingkah laku dan perbuatan manusia. Semuanya berawal dari hati, karena dari sinilah semuanya diniatkan.

Baiklah tidak perlu panjang kami berikan prolognya, sebab kami yakin pembaca lebih mengerti dan memahami tentang maksud dari apa yang kami sampaikan. Berikut ini lima cara manajemen hati versi kami :

  • Cara pertama, Membuka Hati. Selalu membuka hati untuk segala keadaan dan kondisi yang kita alami, sehingga hidayah Allah akan lebih mudah masuk ke dalam relung-relung hati kita. Selain itu, menutup hati dapat menjadikan kita tetap dalam kekufuran bahkan bisa menjadikan kita kepada kekafiran. (lihat QS. Al-Baqarah, 6-7). Kisah masuk islamnya Singa Padang Pasir Umar bin Khottob mungkin bisa kita jadikan inspirasi bagaimana beliau ketika menutup hati sehingga hidayah Allah yang sebenarnya telah datang kepadanya beliau tolak mentah-mentah islam. Dan ketika beliau telah membuka hatinya, beliaupun masuk islam dan mencintai Allah dan Rasulullah melebihi dari cintanya kepada dirinya sendiri.
  •  Cara kedua, Membersihkan Hati. Tidak jauh berbeda dengan benda-benda atau anggota tubuh kita yang lainnya. Hati yang bersih akan sangat sedap dirasakan, perilakunya akan sedap dipandang, dan semua tindak tanduknya akan menyenangkan. Dan Allah sendiri juga sudah menetapkan siapa-siapa kelak yang akan diperbolehkan datang menemuinya. "Dan jangan jadikan aku terhina pada hari dimana ia dibangkitkan, (yaitu) hari dimana harta dan anak-anak tidak akan bermanfaat. Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati-hati mereka yang bersih". (QS. As-Syuura, 87-88)
  • Cara ketiga, Melembutkan Hati. Kelembutan hati ini merupakan satu hal yang penting. Dengan segala kelembutan hati ini hubungan manusia dengan manusia akan terjalin dengan baik. Kelembutan hati akan memandang orang lain dengan penuh kasih sayang. Dan pada intinya, kelembutan hati ini akan membuat kita jauh dari rasa membenci kepada orang lin dan iri dengan orang lain.
  • Cara keempat, Menyehatkan Hati. Jasmani dan badan yang sehat akan membuat kita bergairah penuh semangat untuk melakukan hal-hal dan pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan dengan jasmani. Sebaliknya, jasamani dan badan yang sakit akan menghilangkan semua gairan dan semangat kita bukan? Sama halnya dengan hati yang sakit, ia tidak akan menyukai hal-hal yang berbau kebaikan dan kebajikan. Islam ini adalah agama yang nikmat, tapi tidak bagi mereka-meraka yang hatinya sedang sakit. Sebab ia tidak akan dapat merasakan kenikmatan apapun beragama seperti jasmani yang sakit tidak akan dapat merasakan kelezatan makanan apapun. Dan hati yang sakit ini biasanya dimiliki oleh orang-orang yang munafik.
  • Cara kelima, Menajamkan Hati. Pisau yang tajam akan lebih mudah dan enak digunakan untuk mengerat dan memotong sesuatu. Begitupun dengan hati yang tajam, ia akan lebih gampang dan mudah untuk membedakan sesuatu yang HAQ (benar) dan sestu yang BATHIL (buruk, sesat, salah). Hati yang tajam akan mudah menerima hidayah dan petunjuk Allah dengan islam, meskipun petunjuk atau hidayah tadi hanya berupa isyarat. Dan untuk mendidik dan melatih hati kita agar menjadi hati yang tajam, salah satunya adalah dengan puasa. 
Demikianlah lima cara memanage hati yang dapat kami sampaikan, sehingga perbaikan diri, perbaikan keluarga, perbaikan masyarakat, lebih-lebih perbaikan bangsa dan negara akan dapat  kita wujudkan. InsyaAllah...amien. [...]
Semoga bermanfaat.
Wassalamualaikum Wr. Wb.



Guru Suka Berteriak, Murid Suka Gaduh


Dia seorang guru Sekolah Dasar (SD). Hampir setiap kali ia masuk kelas dan memulai pelajaran, guru ini selalu berteriak, "Anak-anak, coba perhatikan ke depan!" Kemudian para siswanya tidak kunjung tenang, ia berteriak lagi, "Ayo yang laki-laki! Bisa tenang seperti teman-teman kalian yang perempuan, nggak?!" Begitulah yang sering terjadi. Biasanya anak laki-laki di kelas itu akan ramai menjawab, "Bukan saya, Pak. Dia yang memulai duluan!" kata mereka sambil menunjuk teman berguraunya masing-masing.

Suatu ketika, menghadapi tingkah laku murid-muridnya yang tak berubah, guru ini betul-betul kehilangan kesabarannya. Dia, lagi-lagi, berteriak, "Pokoknya kalau kalian masih tetap ribut, Pak Guru tidak mau memulai pelajaran!" Sang guru menyangka dengan ancaman seperti itu, anak-anak SD yang sedang ia hadapi itu akan diam. Namun, siapa sangka bahwa ada salah satu siswa yang berani menjawab, "Wah, enak dong, enggak pelajaran!" Si anak berkata sambil buru-buru menutup mulutnya, bergaya seperti orang keceplosan. Akhirnya, sang guru mengusir anak itu keluar kelas.

Catatan: Cerita ini sebenarnya telah memberikan ilustrasi sekaligus inspirasi dan motivasi kepada kita, sebagai seorang guru, bahwa sikap keras terhadap siswa atau murid di dalam kegiatan belajar mengajar seyogyanya tidak perlu dilakukan. Mereke butuh kasih sayang, butuh perhatian, bukan kekerasan. Jika Anda adalah seorang yang mengaku guru, tentunya perlu juga mengambil hikmah dari cerita ini, agar transfer ilmu pengetahuan bisa lancar dan dapat dicerna oleh siswa tanpa ada perasaan was-was dan ragu-ragu.

SEKILAS TENTANG WAHABI

Gerakan Wahabi muncul di Uyainah, suatu daerah di Nejed, kota terpencil di Saudi Arabiyah yang ketika itu berada dalam kekuasaan Kerajaan Turki Usmani. Pelopornya adalah Muhammad bin Abdul Wahab (1115-1306 H/1702-1786 M), pengikut setia dan penganut Ahmad bin Hambal, pendiri Madzhab Hambali. Gerakan ini tidak mendapat sambutan dari masyarakat, bahkan mendapat tekanan dari penguasa setempat. Lalu pindahlah Muhammad bin Abdul Wahab ke desa Dar'iyah, sebelah timur Riyadh yang dihuni oleh Amir ibnu Su'ud (w. 1179 H/1766 M), pendiri Dinasti Su'ud yang kini berkuasa di Arab Saudi.

Di tempatnya yang baru ini, Wahabi mendapat dukungan dan perlindungan dari Muhammad bin Su'ud. Sebaliknya Muhammad Abdul Wahhab memandang Amir Su'ud memiliki ambisi yang besar untuk menguasai daratan Arabia. Maka pada tahun 1744 M tercapailah kesepakatan di antara keduanya untuk saling mendukung demi tercapainya tujuan masing-masing. Dengan begitu Muhammad Abdul Wahab dapat dengan leluasa mengembangkan ajarannya.

Sebagaimana gerakan Salafiyah, wahabi kala itu juga ingin memurnikan ajaran Islam. Hanya saja mereka tidak menempuh cara-cara persuasif seperti yang dilakukan oleh Ibnu Taimiyah, melainkan mengambil sikap keras dengan menggunakan kekuatan.